Sabtu, 07 April 2012

[translate] THE HYDE BOOK - ABILITY

Terjemahan awal: Bahasa Jepang ke Inggris oleh Risa (L'Arc-en-Ciel UK Street Team)
Terjemahan dari Bahasa Inggris ke Indonesia oleh Vie
Dilarang share ke luar grup tanpa menyebutkan credit (nerjemahinnya cape tau :p)
Enjoy this fabulous essay by the amazing man, HYDE.
Silakan diresapi...

Bab 1. Ability (Kemampuan)

Aku mengagumi orang-orang jenius. Ada saat-saat dimana aku berpikir bahwa aku tak punya bakat sebagai musisi, dan aku bermain gitar dengan membabi buta sampai membuat senarnya putus, atau berteriak di tengah malam karena stres tak menemukan melodi yang kuciptakan dalam kepalaku. Kejadian-kejadian itu selalu muncul selama masa-masa mengarang lagu – aku tak tahu apakah ada saat-saat dimana aku merasa menikmati masa-masa itu. Dalam kurun waktu yang terbatas itu, aku merasa stres, bingung sendiri, mengantuk, iri terhadap bakat orang lain, dan mengulangi siklus hapus-dan-tambah detail untuk lagu-lagu yang kubuat, seperti patung tanah liat yang belum jadi. Aku butuh lebih banyak waktu dibanding pencipta lagu lainnya. Aku mengaransemen ulang, lagi dan lagi, menghabiskan berminggu-minggu untuk itu, dan akhirnya menemukan melodi yang kucari di dalam benakku. Laguku menjadi utuh. Aku menjadi pendengar pertama laguku sendiri. Dan ketika kupikir lagu itu sangat indah, aku berpikir bahwa diriku sedikit jenius.

Pada umumnya, aku merasa menciptakan sesuatu yang baru adalah menambah atau menggabungkan hal-hal yang berbeda. Misalnya, kamu tentu tidak berpikir untuk menggabungkan cumi-cumi dan TV kan? (LOL). Tapi kenyataannya, hal itu mengarahkan ke terciptanya LCD (catatan: liquid crystal dalam LCD dibuat dari kolesterol cumi-cumi). Seperti itu, aku pikir penambahan banyak hal bisa menjadikan sesuatu yang baru. Biasanya orang akan melihat banyak hal dan tidak memikirkannya. Tapi kalau aku harus menyebutkan bakatku, kurasa aku bagus dalam memperhatikan dan menggabungkan.

Misalnya, ketika aku mengarang lagu dan menginginkan unsur yang lebih berat dan kuat, lalu aku berkata, “Kayaknya cool deh kalau kita tambahkan sesuatu seperti Metallica di bagian ini?”. Aku sulit mengatakan hal itu karena biasanya sulit dimengerti, karena “Itu chord-nya major” atau “Temponya beda”. Setiap kali aku berpikir, “Ah, orang-orang tidak mengerti perasaan ini”, pada akhirnya aku harus menyampaikannya dengan praktek. Contohnya ketika aku mencoba menggabungkan R&B dan metal untuk lagu X X X.

Karena aku tidak tahu apa-apa tentang teori musik, kadang orang bilang chord progression-ku unik dan aneh (catatan: untuk definisi chord progression silakan cek wiki, soalnya susah dijelasin). Aku memodulasi chord tanpa memperhatikan. Walau begitu, sekarang aku bisa menganggap hal itu sebagai salah satu karakteristikku yang unik.

Memanfaatkan keunikan ini, aku menulis lagu seperti memoles batu menjadi permata – dengan bentuk sesuai yang kubayangkan. Dengan kata lain, aku membuat lagu dan mengaransemen ulang. Itu merupakan cara menulis lagu yang kutemukan sendiri, dan karenanya, menurutku aku kuat dalam proses mengaransemen. Memakai laguku sendiri, menggabungkan dengan hal-hal yang berbeda, mengubah, dan mengaransemen lagu yang terdengar membosankan menjadi lagu yang kusukai. Jarang sekali aku menulis lagu yang brilian dalam sekali jalan, prosesnya lebih ke “membuat lagu dan mengubahnya menjadi lebih baik”. Sebagai hasilnya, untuk satu lagu, aku bisa membuat banyak versi. Sejauh yang kutahu, cuma akulah orang yang menulis lagu dengan gaya itu. Mungkin itulah sebabnya kenapa aku berbeda dengan yang lain. Untuk X X X, aku secara terus menerus mengaransemennya selama 5 bulan (LOL). Tapi itu disengaja sih.

Proses ini sangat mencolok ketika aku mengerjakan ROENTGEN. Waktu itu, aku memutuskan untuk merilis 10 lagu, tapi akhirnya aku menghabiskan setahun hanya untuk mengaransemennya. Aku menemukan kenyataan bahwa dengan kemampuanku, aku hanya bisa membuat 1 lagu dalam 1 bulan. Itu lebih seperti proses bersabar dan berusaha, dibandingkan bakat.

Kalau aku ditanya apakah setiap kreasiku original, aku sulit mengatakannya. Sesuatu yang mirip mungkin sudah ada, dan mungkin aku meniru tanpa sadar. Menurutku, dunia ini penuh plagiarisme (LOL). Mengambil sesuatu dan menampilkan sebagai karyamu sesudah mengubah sedikit, itu bukanlah seni. Tapi aku pikir, mengambil bagian dari sesuatu sebagai acuan atau meniru adalah hal yang wajar dan tak bisa dihindari. Orang bilang, “99% kesuksesan dibangun dari kegagalan”, dan memang biasanya aku berpikir bahwa lagu yang terkenal merupakan kombinasi dari lagu-lagu yang sudah ada. Menurutku, istilah “plagiarisme” lah yang membuat hal itu terdengar buruk. Misalnya, banyak orang bilang bahwa Cina menjiplak Jepang, tapi pikir deh, Jepang pasca-perang juga saat itu menjiplak Amerika, kan? Sebuah negara yang sedang berkembang belum punya pijakan yang kuat, jadi tak ada cara selain meniru negara lain. Maka itu, menurutku meniru atau menyerap unsur-unsur dari hal lain, merupakan dasar untuk menciptakan sesuatu. Yang disebut seni dan rasa artistik adalah ketika seseorang bisa mengambil unsur-unsur tersebut dan menciptakan karya sendiri, kemudian menampilkan dengan cara mereka sendiri.

Karena aku tak punya insting teknis atau teori musik, aku merasa bahwa aku bisa menciptakan lagu yang lebih baik dengan menambahkan kemampuan seperti “telinga Ken” (kemampuan mendengar sound). Contohnya, walau aku menganalisis setiap sound secara cermat, tetap saja pada akhirnya aku merasa mendengar dengan tidak jelas dan tidak spesifik. Jadi kadang-kadang, setelah diberitahu, aku baru menyadari, “Ah iya, bagian ini memang sound-nya agak berantakan”. Menurutku orang seperti Ken akan menyadarinya secara langsung. Tapi bagiku, aku tak bisa menyadari teknis musik, misalnya sound yang tabrakan, jadi menurutku aku akan lebih baik jika memiliki telinga seperti itu…Jika aku punya, aku rasa aku bisa seperti STING. STING adalah musisi ideal yang punya kemampuan teknis dan kemampuan menulis lagu. Dalam kasusku, aku menulis hanya dengan inspirasi, jadi modulasi chord-nya tidak rapi, dan aku bahkan tidak menyadarinya. Menurutku Kurt Cobain juga seperti itu. Di sisi lain, Ken berkata ia bisa memodulasi chord hanya jika dia berniat melakukannya. Jadi jika aku mengerti teori musik, lagu yang kuciptakan mungkin akan terdengar berbeda. Tapi jika aku mencoba melakukannya, aku harus mempelajari banyak hal, dan itu mungkin akan membosankan (LOL).

Aku merasa sedikit banyak paham yang dipikirkan orang-orang yang mendengarkan laguku. Aku juga lumayan bisa memperkirakan jumlah penjualan. Tapi secara pribadi, aku suka menulis lagu yang sulit diprediksi dan memperhatikan reaksi orang-orang. Tapi itu bukan berarti selera musikku sangat berbeda dengan orang-orang. Akupun sedikit banyak merasa bahwa lagu yang menurutku bagus akan diterima oleh masyarakat. Makanya, kemungkinan untuk mengambil risiko itu ada, dengan cara merilis lagu yang tidak seperti lagu-lagu yang masuk chart. Aku percaya selera musikku dan mempertaruhkannya. Well, walaupun bertaruh, bukan berarti aku pernah menang secara telak (LOL).

Telah menciptakan musik selama 20 tahun, banyak orang yang tumbuh bersama lagu-lagu kami (catatan penerjemah: saya termasuk di antaranya XD). Kami telah mewarnai hidup orang-orang ini. Mengenai hal ini, ketika orang memuji dan berterimakasih, aku merasa menjadi musisi adalah profesi yang bermanfaat. Tapi ketika sekarang kupikir-pikir, aku merasa dulu kami belum melakukannya secara benar. Benar-benar bermain gitar, benar-benar menulis lagu dan menyanyikannya – menjadi musisi merupakan pekerjaan yang sulit pada waktu itu, jadi sekarang ketika aku mendengarkannya, aku merasa lagu-lagu kami belum matang. Itu juga karena aku belum pernah belajar bagaimana meningkatkan kualitas vokal, atau metode yang berbeda dalam menulis lagu. Jadi, karenanya, aku bahagia mendengar banyak orang mencintai lagu-lagu yang kami buat di masa itu, tapi bagian dari diriku berpikir bahwa kami harusnya membuat musik dengan lebih layak.

Menurutku, penting untuk tidak membuat prasangka buruk ketika kamu mencari bakatmu. Aku dulu masuk ke universitas seni karena awalnya ingin jadi desainer, tapi karena kekuranganku dalam hal warna (color ambylopia), aku jadi dilema. “Tak seorangpun menginginkan desainer yang tak bisa membedakan warna”. Tapi kemudian aku bertemu gitar. Ketika aku mulai menulis lagu, aku memperhatikan bahwa menulis lagu sama seperti menggambar. Fakta bahwa keduanya sama-sama merupakan “penciptaan sesuatu”. Tentu saja, metodenya benar-benar beda, tapi menurutku seni itu sama, apapun yang kau lakukan – dan dari sana aku berkembang. Jika aku saat itu berpikir, “Tak mungkin aku bisa main gitar”, aku tak akan berada di sini sekarang. Aku tetap merasa lebih berbakat dalam menggambar, tapi aku sudah bertahun-tahun tidak menggambar secara benar, jadi mungkin bakat itu sudah hilang sekarang. Dalam hal ini, selama kamu mau mencoba sesuatu yang baru tanpa berprasangka buruk, kamu bisa menemukan bakat-bakat yang berbeda dalam dirimu. (translated from English by Oktavia Ratnasari/Vie)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar